Kesimantengah, 6 Juli 2025 – Suasana kembali semarak di Desa Kesimantengah. Hari ini, warga Dusun Kesiman bersama Karang Taruna dengan penuh semangat mengadakan acara Gebyak Bantengan dan pawai keliling desa, sebagai bentuk rasa syukur atas selesainya pelapisan jalan di wilayah dusun mereka.

Inisiatif warga ini bukan hanya sebagai ungkapan rasa terima kasih atas pembangunan infrastruktur desa, tetapi juga menjadi momen pelestarian budaya lokal. Melalui pertunjukan seni Bantengan, warga ingin memperkenalkan kembali ciri khas kesenian Kecamatan Pacet kepada generasi muda dan masyarakat luas.

Kegiatan ini bertepatan dengan Bulan Suro (Muharram), bulan yang dikenal sakral dalam budaya masyarakat Jawa. Dalam rangka mengisi bulan penuh makna ini, Karang Taruna Dusun Kesiman mempersembahkan Gebyak Bantengan dengan menampilkan kelompok seni lokal Cakra Buana Sakti.

Tingginya antusiasme warga pun mendapat sambutan dari kelompok kesenian lain. Hadir pula Bantengan Ki Ageng Nolojoyo dari Dusun Sumberan, Desa Sajen, yang turut memeriahkan acara dengan aksi panggung yang memukau. Tak ketinggalan, kelompok Bantengan Cilik “Macan Putih” dari Dusun Kesiman tampil semangat dan berhasil mencuri perhatian para penonton, khususnya anak-anak dan keluarga.

Ratusan warga memenuhi pinggir jalan untuk menyaksikan jalannya pawai dan pertunjukan. Para pedagang lokal pun merasakan dampak positif dari acara ini. Banyak yang mengucap syukur karena dagangan mereka laris dan memberikan tambahan rejeki di tengah suasana yang meriah.

Acara berjalan lancar dan aman berkat kehadiran Babinsa, Bhabinkamtibmas Desa Kesimantengah, serta dukungan pengamanan dari anggota Polsek Pacet dan Linmas Desa.

Ketua Karang Taruna Dusun Kesiman menyampaikan harapannya agar kegiatan seperti ini bisa rutin digelar. “Semoga kesenian Bantengan tetap hidup dan menjadi sarana positif untuk menumbuhkan semangat kebersamaan, kreativitas, serta cinta budaya di kalangan pemuda desa,” ujarnya.

Dengan semangat gotong royong dan kecintaan terhadap budaya, Desa Kesimantengah sekali lagi menunjukkan bahwa pembangunan fisik bisa selaras dengan pelestarian budaya lokal.